Jujur aja ya, waktu pertama kali denger nama Olympique de Marseille, saya pikir klub ini cuma “tim lama” di Ligue 1 yang udah mulai redup. Tapi, semua berubah sejak saya nonton ulang final Liga Champions tahun 1993. Saat itu, Marseille jadi satu-satunya klub Prancis yang pernah juara Liga Champions UEFA.
Gila sih. Di antara raksasa Sports Eropa, ada satu tim dari Prancis yang bisa duduk di kursi juara, dan itu bukan PSG.
Sejak itu, saya mulai ngulik sejarah mereka. Ternyata, Olympique de Marseille (OM) bukan sekadar klub tua. Mereka itu klub dengan semangat juang keras, penuh drama, dan dicintai secara fanatik oleh pendukungnya. Pokoknya, nonton Marseille tuh kayak naik roller coaster: seru, kadang bikin stres, tapi nggak pernah ngebosenin.
Sejarah Olympique de Marseille di Liga Prancis: Lebih dari Sekadar Klub
OM didirikan tahun 1899. Tua banget, bahkan udah ada sebelum Perang Dunia I meledak. Sejak awal berdiri, klub ini udah dikenal punya DNA petarung wikipedia.
Mereka mulai mendominasi pada era 1930-an, dan pernah jadi juara Ligue 1 pertama kali tahun 1937. Tapi masa keemasan sesungguhnya datang di era 1989 sampai 1993.
Saya masih inget, baca dari buku bola lama, mereka jadi juara Ligue 1 empat kali berturut-turut dari 1989 sampai 1992, dan puncaknya ya pas mereka mengangkat trofi Liga Champions tahun 1993, setelah ngalahin AC Milan yang saat itu lagi sadis-sadisnya.
Tapi hidup di Marseille itu nggak pernah mulus. Tahun 1994, mereka terjerat skandal pengaturan skor. Akibatnya? Gelar Ligue 1 dicabut dan mereka diturunkan ke Ligue 2. Kebayang nggak sih, dari Eropa ke neraka dalam satu musim?
Tapi yang bikin saya kagum, mereka bangkit. Marseille kembali ke Ligue 1, dan meskipun nggak sekuat PSG saat ini, mereka tetap jadi klub dengan mental juara. Yang menarik, mereka nggak pernah benar-benar hilang dari radar. OM selalu saja jadi batu sandungan buat tim-tim besar.
Apakah Olympique de Marseille Berbahaya untuk Tim Lain? Sudah Pasti
Kalau kamu tanya, “Apakah OM berbahaya buat lawan?” Jawaban saya: Banget.
Ini klub yang mungkin nggak selalu punya skuad mewah kayak PSG, tapi mereka punya semangat bertarung dan atmosfer stadion yang bikin nyali ciut. Main di Stade Vélodrome, itu kayak dilempar ke kandang singa.
Salah satu pertandingan yang bikin saya merinding adalah saat OM ngalahin PSG 1-0 di Le Classique tahun 2020. Walau PSG dihuni pemain bintang, Marseille main dengan brutal dan ngotot.
Kadang mereka mainnya kasar, penuh pelanggaran, tapi ya itulah gaya mereka. Marseille itu bukan klub yang main cantik, mereka mainnya dengan amarah, penuh tekanan, dan nggak kasih napas buat lawan.
Pernah ada momen mereka bikin PSG kelabakan walaupun kalah kualitas. Musim 2022-2023, mereka jadi tim yang konsisten menempel PSG di papan atas. Itu udah jadi bukti, meski finansial kalah, semangat mereka nggak pernah padam.
Skuad Olympique de Marseille Saat Ini: Campuran Pengalaman dan Bakat Muda
Nah, ngomongin soal skuad, musim 2024/2025 ini Marseille cukup solid.
Beberapa nama yang menurut saya standout banget:
Pierre-Emerick Aubameyang – striker senior yang masih punya insting tajam. Meski umur udah 34+, finishing-nya tetap mantap.
Jordan Veretout – mantan pemain Roma yang solid di lini tengah.
Jonathan Clauss – salah satu wing-back terbaik Ligue 1. Crossing-nya berbahaya banget.
Chancel Mbemba – bek tangguh yang punya pengalaman di Liga Champions.
Pau López – kiper dengan refleks bagus, meskipun kadang suka blunder kecil.
Yang menarik, OM selalu bisa mendaur ulang pemain ‘buangan’ dari klub lain jadi senjata utama. Mereka juga mulai nyicil banyak pemain muda dari akademi dan liga-liga kecil Eropa.
Tapi yang kadang bikin frustrasi, skuad OM ini kurang konsisten. Mereka bisa menang besar minggu ini, tapi minggu depannya kalah sama tim papan bawah. Rasanya kayak jadi orang tua yang ngasuh anak ABG—emosi naik turun.
Olympique de Marseille dan Fans Fanatik: Le Vélodrome, Neraka untuk Tim Tamu
Saya belum pernah ke Stade Vélodrome (semoga suatu saat bisa ke sana), tapi dari semua video dan cerita fans, stadion ini salah satu yang paling brutal suasananya.
Bayangin aja, puluhan ribu fans Marseille, nyanyi nonstop, suaranya bergemuruh. Mereka fanatik, kadang kelewat batas, tapi cinta mereka ke klub nggak main-main.
Grup suporter seperti Ultras Marseille dan South Winners terkenal dengan koreografi megah, chant gila-gilaan, dan… kadang aksi kontroversial.
Saya pernah lihat video saat mereka ngeprotes manajemen klub dengan bakar flare dan bentang spanduk berisi kata-kata pedas. Tapi ya, itulah Marseille. Mereka nggak suka main aman.
Fans OM tuh, nggak bisa dipisahkan dari identitas klub. Mereka rela hujan-hujanan, antri tiket semalaman, bahkan bikin lagu sendiri buat pemain favoritnya.
Tapi, jujur aja, kadang fans mereka juga jadi tekanan berat buat pemain. Beberapa pemain muda katanya malah down karena nggak tahan sama tekanan dari tribun.
Prestasi Olympique de Marseille: Lebih dari Sekadar Juara Liga
Kalau ngomongin trofi, Olympique de Marseille punya koleksi yang lumayan lengkap:
Ligue 1: 9 kali juara
Coupe de France: 10 kali juara
Trophée des Champions: 3 kali
Liga Champions UEFA: 1 kali (1993, satu-satunya klub Prancis yang pernah menang kompetisi ini)
Tapi bukan cuma soal trofi. Buat saya, prestasi Marseille yang paling keren adalah konsistensi mereka bertahan di papan atas meski diterpa banyak masalah.
Dari skandal, krisis finansial, hingga pergantian pelatih terus-menerus, OM tetap berdiri dan bersaing.
Mereka mungkin bukan klub terkaya di Prancis, tapi tetap jadi salah satu yang paling disegani.
Pelajaran yang Saya Ambil dari Olympique de Marseille
Jujur aja, OM bukan klub yang sempurna. Mereka sering bikin saya geleng-geleng kepala. Tapi justru dari situ saya belajar beberapa hal penting:
Semangat juang lebih penting dari nama besar.
OM buktiin kalau kerja keras bisa ngalahin uang. Mereka bisa ganggu dominasi PSG bukan karena duit, tapi karena semangat dan taktik yang tepat.Cinta fans itu bisa jadi bahan bakar luar biasa.
Vélodrome itu neraka buat lawan karena fans-nya hidup banget. Saya pikir, tanpa fans, Marseille bukan siapa-siapa.Bangkit dari keterpurukan itu mungkin.
Dari skandal tahun 90-an, Marseille buktiin kalau jatuh bukan akhir segalanya. Yang penting punya nyali buat bangkit.Loyalitas nggak harus rasional.
Saya tetap nonton OM walau kadang mereka mainnya bikin frustrasi. Tapi justru di situ, rasa memiliki jadi kuat.
Olympique de Marseille Adalah Klub Penuh Warna
Kalau kamu cari klub yang penuh drama, punya sejarah kuat, dan fans fanatik, Olympique de Marseille adalah jawabannya. Mereka bukan klub yang sempurna, tapi justru di ketidaksempurnaan itulah pesonanya.
Mereka pernah di puncak, pernah terpuruk, tapi selalu kembali bangkit. Dan itulah mengapa OM layak buat terus kita perhatikan—karena siapa tahu, dalam waktu dekat, mereka akan kembali bikin sejarah besar lagi.
Saya sendiri? Masih setia nonton mereka, meski harus begadang dan kadang jantung mau copot tiap kali lini belakang mereka blunder.
Kalau kamu belum pernah nonton mereka, coba deh satu kali aja. Dan kalau kamu sudah jatuh cinta sama gaya main keras kepala mereka, selamat datang di dunia penuh emosi bernama Olympique de Marseille.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Rocket League Tournaments: Kompetisi Seru di Dunia Esports disini